Selasa, 25 Maret 2014

Arsitektur Tradisional 2 (Rumah Adat Kalimantan Tengah)

Rumah Betang (Kalimantan Tengah)


 
Rumah Betang adalah rumah panjang yang merupakan rumah adat suku Dayak khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan jaman dulu suku Dayak biasanya berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil ladang, kebun maupun ternak). Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini di- perkirakan  untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan.
Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk. Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur social kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam socia adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan sociall atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan social. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang social.

Rumah Lamin


Rumah Lamin merupakan rumah adat dayak, khusunya yang berada di Klaimantan timur. Kata ’Rumah Lamin’ memililki arti rumah panjang kita semua, di mana rumah ini digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga besar. Ciri dari rumah ini berbentuk panggung degan ketinggian kolong sampai 3 meter. Denahnya berbentuk segi empat memanjang dengan atap pelana. Bagian gevel diberi teritis dengan kemiringan curam. Tiang-tiang rumah terdiri dari dua bagian, bagian pertama menyangga rumah dari bawah sampai atap, bagian kedua merupakan tiang kecil yang mendukung balok-balok lantai panggung. Baik tiang utama maupun pendukung yang berada di bagian kolong terkadang diukir dengan bentuk patung-patung untuk mengusir gangguan roh jahat. Ukuran rumah lamin dapat memiliki lebar 25 meter, sedang panjangnya sampai 200 meter. Karena panjangnya dapat terdapat beberapa pintu masuk yang dihubungkan oleh beberapa tangga pula. Pintu masuk rumah berada pada sisi yang memanjang.Ruang dalam rumah lamin terbagi menjadi dua bagian memanjang di sisi depan dan belakang. Sisi depan merupakan ruangan terbuka untuk menerima tamu, upacara adat dan tempat berkumpul keluarga. Bagian belakangnya terbagi menjadi kamar-kamar luas, di mana satu kamar dapat dihuni oleh 5 keluarga. Rumah lamin dihias dengan ornamentasi dan dekorasi yang memilik makna filosofis khas adat dayak. Ornamentasi yang khusus dari rumah lamin milik bangsawan adalah hiasan atap yang memiliki dimensi sampai 4 meter dan terletak di bubungan. Warna-wara yang digunakan untuk rumah lamin juga memiliki makna tersendiri, warna kuning melambangkan kewibawaan, warna merah melambangkan keberanian, warna biru melambangkan loyalitas dan warna putih melambangkan kebersihan jiwa. Pada halaman depan juga terdapat tonggak-tonggak kayu yang diukir berbentuk patung. Tiang patung kayu yang terbesar dan tertinggi berada di tengah-tengah, bernama ’sambang lawing’ yang dipergunakan untuk mengikat binatang korban yang digunakan dalam upacara adat.
  • Tentang Rumah Lamin
Sebagian besar penduduk Kalimantan Timur khususnya suku Dayak hidup secara berkelompok atau kekerabatan suku Dayak sangatlah kuat. Maka hal ini dibuktikan dengan rumah yang mereka bangun, sebagian besar rumah yang dibangun mereka secara berkelompom juga, selalu saja lebih dari 1 kepala kelaurga. Contohnya Rumah Adat Lamin yang diresmikan pada tahun 1987. Rumah yang berbentuk panggung tersebut tidak kurang dihuni 12 kepala keuarga atau skitar 50-100 orang. Diperkirakan ukuran rumah lamin sekitar dengan panjang mencapai 30 meter, lebar 15 meter dan tinggi sekitar 3 meter.
  • Ciri-ciri Rumah Lamin
Setiap rumah adat pastinya mempunya ciri khas yang menjadi daya tarik suku Dayak. Dalam rumah Lamin sendiri ada bebarapa ciri yang sangat kental seperti pada pada ukiran atap ada terdapat patung yang ebrbebtuk naga dan bunrung enggan. Yang mengandung arti kesaktian dan kewajiban masayarakat Dayak. Pada bagian dinding yang paling em,nonjol adalah dari segi warna. Rumah ini dominan dengan warna kuning, putih dan hitam yang berbentuk salur pakis dan mata yang masyarakat percaya mengandung makna suku Dayakmampu niat buruk orang lain yang akan  mencelakakan suku Dayak dan melambangkan persaudaraan suku Dayak. Selain itu juga pada bagian kaki yang berbnetuk ukiran kerangka manusia dan juga binatang wanita memakai kain, serta bentuk semi-abstrakyang melambangkan persaudaraan suku Dayak desa Pampang. Masayarat percya ukiran dan patung tersebut berfungsi untuk mengusir roh-roh jahat mengingat kepercayaan suku Dayak yang masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau animisme.

Huma Hai 


Huma dalam bahasa Dayak Ngaju  (Kalteng) berarti rumah, sedangkan Hai berarti besar.  Dengan demikian Huma Hai berarti Rumah Besar. Di Kalteng, kata lain dari Huma Hai adalah Betang. Karena namanya tersebut, rumah ini besar dan memanjang mengikuti pola sungai yang ada didepannya.  Huma Hai ini dihuni oleh sejumlah keluarga dalam satu generasi, oleh karenanya di dalam Huma Hai ini terdapat sejumlah bilik kamar dimana satu keluarga tersebut mendiaminya. Huma Hai juga memiliki multi fungsi. Selain berfungsi sebagai rumah tinggal, Huma Hai juga berfungsi sebagai tempat untuk melakukan kegiatan ritual keagamaan, mendidik anak, reproduksi, tempat kegiatan sosial ekonomi dan juga sebagai pusat kekuasaan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat. Karena mufti fungsi tersebut, didalam Huma Hai terdapat ruang yang luas. Dalam bahasa Dayak Ngaju ruang luas ini disebut Balai. Selain fungsi-fungsi tesebut Huma Hai juga berfungsi sebagai tempat pertahanan dari ancaman musuh dan binatang buas. Oleh karenanya Huma Hai berbentuk panggung. Dalam mengantisipasi ancaman musuh, Huma Hai ini berpintu satu dengan hejan (tangga) yang tidak permanen. Ketidak permanenan hejan ini dimaksudkan untuk keamanan, bila malam hari, hejan  ditarik kedalam ruangan untuk disimpan. Pintu dan hejan ini kemudian berkembang menjadi dua atau lebih, diduga atas saran Pemerintah Belanda.
  

Huma Gantung 

Huma gantung merupakan nama salah satu tempat tinggal suku dayak Ngaju di Kalimantan Tengah yang sangat tinggi letaknya. Tinggi tiang rumah tersebut sekitar 4 meter bahkan lebih dan untuk  bisa masuk ke dalam rumah dibutuhkan tangga yang bisa mencapai tiga susun. huma gantung ini berbeda dengan rumah betang baik benttuk maupun luasnya. Huma gantung  ini mempunyai luas sekitar 12-15 meter dengan lebar  8-10 depa. Rumah ini mempunyai susunan kamar, los dan dapur seperti rumah biasa. kamar tidur diatur menurut  besarnya di sekat dinding penyekat, sehingga pintu kamar berada pada los yang memanjang. los dibuat sekitar seperempat ruang dengan mepet pada bagian depan. Dapur dibangun tidak berdempetan dengan  batang huma tetapi mengambil jarak sekitar 5-6 meter , tidak ada penyekat dan sejajar dengan huma. Namun saat ini diperkirakan huma gantung ini sudah tidak ada lagi karena pengaruh zaman. Pada masa lalunya yang tinggal di huma gantung ini adalah orang yang terpandang karena kekayaannya.